DLH Paser : Perbanyak RTH Untuk Mencegah Banjir

Tana Paser, MCKabPaser – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Paser Acmad Safari menilai salah satu penyebab banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kota Tanah Grogot beberapa waktu lalu, disebabkan karena kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Penyebab lainya juga karena kondisi drainase yang tidak bisa menahan debit air. “Perkotaan ini perlu ruang terbuka hijau yang lebih banyak lagi, agar bisa memperbanyak penyerapan air hujan masuk ke dalam tanah. Diperlukan penanaman pohon di area perkotaan,” kata Safari, Senin (25/04/2022).

Safari mengatakan, banjir yang terjadi pada Jumat (22/04) lalu itu, tidak menggenangi semua wilayah perkotaan Tanah Grogot. Peninjauan DLH Paser di lapangan, terdapat beberapa lokasi yang terendam banjir cukup parah yaitu di Jalan Sultan Khaliludin atau kawasan Rawasari dan di Kawasan Balai Benih Jalan Piere Tandean hingga Desa Jone dan Desa Senaken.

Ia menilai kawasan yang terendam banjir parah tersebut memiliki kemiripan yakni tidak adanya lahan terbuka yang cukup besar, atau minimnya jumlah pepohonan, yang diharapkan bisa menyerap air hujan ke tanah lebih cepat, selain tentunya, faktor padatnya pemukiman.

“Mengapa air hujan tidak bisa masuk dengan cepat ke dalam tanah. Bagaimana air terserap di dalam tanah, berarti perlu tanaman-tanaman untuk menyerap dan menampug air dalam jumlah banyak di kawasan terbuka hijau,” ujar Safari.

Selain minimnya keberadaan ruang terbuka hijau, Safari menilai genangan air saat banjir itu terjadi dikarenakan faktor drainase yang tidak bisa dengan cepat mengirim air ke sungai. Kemudian, Safari juga mempertanyakan mengapa badan sungai tidak dapat menampung volume air hujan dalam jangka waktu bersamaan dan dalam jumlah banyak.

“Boleh jadi memang kenapa air tidak mengalir ke sungai berarti drainasenya. Ada potensi ke sana. Ada apa dengan anak sungai Seratai, di sungai Semumun, mengapa tidak bisa menampung air dalam jumlah banyak, padahal di sungai kandilo tidak banjir. Aman-aman saja,” kata Safari.

Terlepas dari curah hujan yang sangat tinggi, Safari menilai perlu ditelaah dan dikaji lebih mendalam apakah ada faktor teknis yang mengakibatkan air tak terserap optimal oleh tanah, apakah aliran air hujan tak mengalir lancar ke sungai, apakah sungai tak mampu menampung debit air hujan dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang bersamaan, dan faktor teknis lainnya.

“Saran dari teman yang pakar lingkungan, perlu dicek data dukung lingkungannya, kondisi sempadan, dan mungkin ada sumbatan-sumbatan akibat sampah yang sampai saat ini masih menjadi problematika perkotaan,” ungkap Safari.

Pewarta : Hutja, Editor: Ropi’i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *