Pekerja dari Luar Daerah diminta lapor ke Desa, Kasus Malaria Cenderung Meningkat

Tana Paser – Kasus malaria di Kabupaten Paser pada tahun 2022 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Hal itu dikarenakan banyaknya penderita malaria dari para pekerja yang tidak melapor ke desa sehingga puskesmas tidak bisa melakukan skrining (pemeriksaan).

Sub Koordinator dan Pencegahan Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Paser, Eko Ariyanto mengatakan peningkatan kasus terjadi di Desa Muara Andeh Kecamatan Muara Samu.

“Para pekerja yang melaksanakan kegiatan penghijauan (reboisasi) di kawasan hutan Muara Andeh, tidak berkoordinasi dengan Dinkes atau puskesmas setempat sehingga tidak terlebih dahulu diskrining malaria,” kata Eko, Selasa (24/01/2023).

Eko mengatakan kasus malaria pada tahun 2021 sebanyak 224 kasus, dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 637 kasus. Dari kegiatan reboisasi tercatat ada 90 kasus.

Dinkes Paser, kata dia, sebenarnya telah membuat regulasi bahwa setiap pekerja yang ingin melakukan aktivitas agar mengikuti skrining Malaria. Upaya itu dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut.

Ia menambahkan, para pekerja di Muara Andeh sebagian besar itu berasal dari luar daerah yang sebelumnya juga melakukan kegiatan serupa di hutan.

Beberapa dari mereka, katanya, ditemukan sudah pernah tiga kali dinyatakan positif malaria, di mana di dalam tubuhnya terdapat plasmodium yang bisa menular ke sesama pekerja.

“Kami langsung berikan pengobatan mereka dan melakukan rapid diagnostic test (RDT), pemeriksaan jentik dan menaburkan larvasida di genangan-genangan air di lokasi mereka” ucap Eko.

Setelah ditemukan kasus, lanjut Eko, petugas kesehatan melakukan mass blody survey, upaya pencarian dan penemuan penderita melalui survei pada penduduk yang tidak menunjukkan gejala malaria.

Eko menegaskan Pemda Paser telah menerapkan regulasi bagi para pekerja di hutan khususnya mereka yang berada dari luar daerah agar melapor sebelum melakukan aktivitas di hutan.

“Secara regulasi kami sudah laksanakan, tapi ini kecolongan karena para pekerja tidak melapor, tidak koordinasi dengan pemerintah desa dan puskesmas. Kami harapkan ke depan ada koordinasi,” kata Eko.

Pewarta : Hutja Editor : Ropi’i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *