Enggan Ubah Password, Rentan terkena Serangan Siber

BERAU – Sandiman pada Badan Siber dan Sandi Negara, Dwi Kardono mengatakan, tidak ada teknologi yang seratus persen aman dari serangan siber dikarenakan selalu ada kerentanan yang bisa dieksploitasi pihak luar.

Perilaku masyarakat yang tidak mau repot mengurus keamanan entah itu pada aplikasi, digital banking, password ATM, sangat rentan terkena serangan siber.

“Misal tidak mau ganti password, tidak mau ikuti tahapan verifikasi yang agak panjang dan ribet,” ujar Dwi Kardono saat menjadi narasumber dalam kegiatan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Kominfo se-Kaltim di Kabupaten Berau, Senin (26/).

Dwi menambahkan, untuk mengamankan data, diperlukan sandi unik yang jarang diketahui banyak orang, serta sandi yang memuat penggabungan antara angka dan huruf.

“Pergantian sandi harus dilakukan secara berkala,” ujarnya.

Serangan siber, kata dia, dilakukan pada Lapisan Jaringan Logika dalam sistem komputerisasi melalui metode teknis yang menyerang secara terus menerus dengan tujuan mendapatkan akses ilegal, kedalam jaringan dan sistem pihak sasaran guna menghancurkan, mengubah, mencuri, dan memasukkan informasi.

Belakangan ini muncul kejahatan phising yang bertujuan untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan.Misalnya ada dokumen di WhatsApp yang tiba-tiba muncul dengan format dokumen yang berisi misalnya undangan pernikahan. Jika ada dokumen seperti ini sebaiknya diabaikan saja dan dipastikan akun yang menyebarkan itu sudah di-hack.

Cara mencegah phising yakni dengan menerapkan multi factor atau pendaftaran password secara berlapis saat login atau masuk dalam sebuah aplikasi tertentu.

Apa yang harus dilakukan Pemerintah Daerah agar penyelenggaraan Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) bisa aman?

Dwi mengatakan, ada tiga objek yang wajib diamankan dari serangan siber yaitu data dan informasi, aplikasi dalam SPBE, dan infrastruktur SPBE.

Menurutnya, penerapan standar keamanan harus sudah dilakukan pada saat awal pembangunan atau pengembangan aplikasi dan infrastruktur SPBE.

“Kelayakan keamanan dapat dilakukan melalui Security Assessment secara berkala untuk menilai kondisi suatu aplikasi,” ucapnya.

Yang lebih penting kata dia, pemerintah harus memiliki SDM yang berkapasitas di bidang teknologi informasi khususnya keamanan siber.

“Keberlanjutan peningkatan kapasitas SDM keamanan bisa dilakukan dengan pelatihan dan bimbingan teknis,” ujar Dwi.

Pemerintah daerah, katanya, juga harus melakukan kaderisasi untuk membentuk tim keamanan informasi dengan memanfaatkan SDM yang ada atau melakukan penambahan SDM melalui skema open recruitment atau kontrak SDM spesialis keamanan Informasi atau minimal memiliki background IT.

Jika terkendala kendala moratorium atau anggaran terkait Open recruitment dapat menyelenggarakan programmagang dengan bekerjasama dengan universitas, SMK, atau komunitas.

Pewarta: Hutja, Editor: Ropi’i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *