Sepuluh Hektar di Lima Desa Jadi Pengembangan Klengkeng

Tana Paser – Sebanyak lima desa di Kabupaten Paser dijadikan pengembangan kawasan kelengkeng dengan pola memanfaatkan kebun milik pemerintah desa setempat. Kelima desa tersebut adalah Gunung Putar, Rangan, Jone, Seniung Jaya, dan Suliliran.

“Setiap desa kami salurkan 400 bibit kelengkeng varietas kateki beserta kapur,” kata Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Paser, Erwan Wahyudi, Selasa (27/12).

Erwan menjelaskan bantuan bibit bersumber dari Dinas Pangan Tanaman Pangan Hortikultura Kaltim.

Lanjut dia, pengelolaan kebun dilakukan di tanah desa sehingga memungkinkan pemerintah desa dalam pengembangan menggunakan dana desa, termasuk juga memungkinkan pengelolaannya dilakukan oleh Bumdes.

Untuk mengembangkan 400 bibit pohon d setiap desa diperlukan lahan 2 hektar. Jadi total program ini di 5 desa dikembalikan di lahan 10 hektar.

“Ada empat desa sudah siap lahan. Untuk Jone masih proses pembukaan lahan,” kata Erwan.

Contoh desa yang sudah menggunakan dana desa untuk pengembangan kelengkeng adalah Desa Jone. Desa itu telah mengalokasikan anggaran di APBDes perubahan 2022 untuk menunjang kegiatan pengembangan kelengkeng.

Lanjut Erwan, dibutuhkan waktu 18 bulan sejak masa tanam untuk bisa berbuah. Tanaman bisa berbuah di luar musim jika ditambah menggunakan booster. Di usia 4 tahun bisa dipanen 2 sampai 3 kali dalam setahun.

Menurut Erwan pola pengembangan kawasan perkebunan di desa berpotensi mengarah pada pengembangan agrowisata yang bisa menjadi pemasukan ekonomi desa.

Namun ia mengingatkan agar pengelolaannya dilakukan dengan baik dan cermat yaitu dengan menunjuk penanggung jawab yang secara berkelanjutan mengelola kebun tersebut.

“Agar dapat serius pengelolaannya, supaya hasilnya juga bagus, karena ini perlu kesabaran,” kata Erwan.

Pengelolaan kebun buah juga pernah dilakukan di desa lain misalnya di Desa Klempang Sari, dengan pola tanam di setiap pekarangan rumah warga.

“Kalau contoh yang di Klempang itu bibitnya dibagikan ke warga ditanam di rumah. Kalau ini dikelola desa,” tutup Erwan.

Pewarta: Hutja, Editor: Ropi’i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *