Baru 34 BUMDes Terdaftar di Kemenkumham, DPMD Siap Berikan Pendampingan
Tana Paser – Kabid Kerjasama dan Pembinaan BUMDes pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMD) Kabupaten Paser, Drs. Ahmad Saudani mengatakan dari 139 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), baru 34 yang sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Kami terus melakukan pendampingan agar BUMDes lainnya bisa terdaftar di Kemenkumham,” kata Saudani usai kegiatan evaluasi hasil pendaftaran badan hukum dan pemeringkatan Bumdes yang digelar DPMD Provinsi Kaltim, Selasa (6/6).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021, setiap Bumdes harus teregistrasi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), dan terdaftar pada Kemenkum HAM RI.
“Secara badan hukum, sudah sah atau legal karena telah ditetapkan melalui Peraturan Desa. Artinya sudah terbentuk di 139 desa. Langkah selanjutnya terdaftar di Kemenkumham,” ujar Saudani.
DPDMD Paser, katanya, aktif bersinergi dengan Tim Pendamping Profesional mulai dari Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa dan Tenaga Ahli Kabupaten untuk melakukan pendampingan pendaftaran BUMDes di Kemenkumham.
Menurut Saudani, BUMDes dapat berkontribusi terhadap pendapatan desa dan menyerap tenaga kerja di setiap desa.
Lanjut dia, BUMDes merupakan badan hukum yang didirikan oleh desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas di desa.
“BUMDes juga bisa menyediakan jasa pelayanan, menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa,” tambah Saudani.
Meski tujuan utama BUMDes untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, BUMDEs juga bisa berorientasi mencari keuntungan untuk kemajuan usahanya.
“Filosofi BUMDes itu menjalankan usaha sosial yang sederhana untuk memberikan pelayanan umum, tapi juga bisa bersifat komersial,” ujarnya.
Kata Saudani ada beberapa kendala yang menyebabkan BUMDes sulit melakukan pendaftaran di Kemenkumham.
“Misalnya pergantian kadesa turut mempengaruhi, sulit menentukan jadwal penentuan program kerja, belum memiliki unit usaha yang mantap, belum diverifikasi oleh verifikator Kemendes, dan faktor kendala jaringan internet,” tutupnya.
Pewarta: Hutja, Editor: Ropi’i