Realisasi program penurunan stunting di Paser tahun 2023

Tana Paser – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser menggelar Rembuk Stunting peningkatan peran Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kecamatan dan Kelurahan atau Desa. Kegiatan tersebut melibatkan unsur Forkopimda Paser, DPRD Kabupaten Paser, kepala OPD, TPPS Kecamatan se-Kabupaten Paser, perusahaan swasta, akademisi, organisasi dan LSM.

Wakil Ketua TPPS Kabupaten Paser, M Isnaini Yuniardi mengatakan, kegiatan tersebut dalam rangka optimalisasi aksi konvergensi penurunan stunting di daerah.

Rembuk stunting merupakan salah satu instrumen konvergensi penurunan stunting di daerah.

“Ditetapkan untuk mendorong keberpihakan kebijakan dan anggaran penurunan stunting agar lebih sistematis, terpadu dan berkelanjutan,” terang Isnaini.

Dari delapan aksi konvergensi rembuk stunting, merupakan aksi yang ketiga dilakukan setelah tahapan analisis situasi dan perencanaan kegiatan.

Melalui kegiatan rembuk stunting yang terintegrasi dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran.

“Diharapkan terbangun proses konfirmasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor sebagai wujud nyata komitmen pimpinan daerah untuk penurunan stunting,” harapnya.

Dijelaskan, pelaksanaan rembuk stunting kecamatan sudah dilaksanakan pada 3 wilayah yaitu Kecamatan Pasir Belengkong, Kecamatan Muara Komam, dan Long Kali.

Sementara di tingkat desa baru dilaksanakan 36 desa.

Rembuk stunting tingkat Kabupaten Paser, bertujuan untuk mendeklarasikan komitmen pemerintah daerah.

“Sekaligus menyepakati rencana kegiatan intervensi penurunan stunting terintegrasi, dengan membangun komitmen publik dalam kegiatan penurunan stunting secara terintegrasi di kabupaten,” ulasnya.

Berdasarkan hasil evaluasi semester pertama, dari 29 indikator cakupan layanan penurunan stunting hanya 12 indikator dengan capaian sedang, 13 capaian kinerja rendah, dan 3 indikator yang belum diperoleh datanya.

Beberapa indikator yang masih dalam kategori rendah di antaranya cakupan remaja putri konsumsi tablet tambah darah, remaja putri yang menerima pemeriksaan HB, imunisasi dasar lengkap, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita, pelayanan persentasi KB paska persalinan.

“Sedangkan data yang belum tersedia diantaranya kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga berisiko yang memanfaatkan pekarangan, keluarga beresiko yang mendapatkan promosi makan ikan,” ulasnya.

Diakui Isnaini, pihaknya telah melakukan koordinasi lintas sektor untuk mendapatkan informasi akar penyebab masalah dengan kesimpulan perlunya peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu.

“Agar balita dapat dipantau pertumbuhan dan perkembangannya secara berkala, serta mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap,” tambahnya.

Hal lain, perlunya peningkatan kerjasama dengan dunia pendidikan terutama SMP/MTs, SMA/SMK/Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi.

Guna memastikan remaja putri mendapatkan dan mengkonsumsi tablet tambah darah.

“Selain itu, perlu pemilahan data berdasarkan kelompok sasaran tertentu, misalnya pendataan kegiatan pada kelompok sasaran keluarga berisiko dan bukan keluarga berisiko,” tandas Isnaini.

Pewarta: Hutja, Editor: Ropi’i

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *